Pengertian
peraturan dan regulasi
Peraturan
merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat
peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit
diatur. Sedangkan Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan
aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk,
misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi
pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan,
Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat,
mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi
(seperti denda).
Telah
lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum
telematika. Cyberlaw, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang
terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula,
hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga
digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology),
hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Yang
kita ketahui di Indonesia terdapat UU ITE, UU No. 11 tahun 2008, terdiri dari
XIII bab dan 54 Pasal. Ini adalah undang-undang yang membahas tentang informasi
dan transaksi elektronik.Undang-Undang tersebut memiliki jangkauan yurisdiksi
tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau
dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan
hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh
warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia
maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat
pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Menanggapi
keprihatinan konsumen akan perlunya perlindungan information privacynya, ada
baiknya dilakukan penelusuran terhadap berbagai inisiatif internasional dalam
mengembangkan prinsip-prinsip perlindungan data (data protection). Selama ini
terdapat 3 (tiga) instrument internasional utama yang mengatur mengenai
prinsip-prinsip perlindungan data, yaitu:
·
The
Council of European Convention for the Protection of Individuals with Regard to
the Processing of Personal Data Dalam Konvensi ini dijabarkan prinsip-prinsip
bagi data protection yang meliputi :
1. Data harus diperoleh secara
fair dan sah menurut hukum (lawful).
2. Data disimpan untuk tujuan
tertentu dan sah serta tidak digunakan dengan cara yang tidak sesuai dengan
peruntukannya.
3. Penggunaan data secara
layak, relevan dan tidak berlebihan dalam mencapai tujuan dari penyimpanan data
tersebut.
4. Pengelolaan data secara
akurat dan membuatnya tetap actual.
5. Pemeliharaan data dalam
suatu format yang memungkinkan identifikasi terhadap data subject untuk jangka
waktu yang tidak lebih lama dari yang diperlukan untuk maksud penyimpanan data
tersebut.
Setelah
memahami definisi di atas, mari kita masuk ke pembahasannya.
a. Perbedaan Cyber Law
Cyber
Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan
peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut.
Jadi,setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri.
Secara
umum , materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law
on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum
dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1. pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE);
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Sedangkan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang (cybercrimes) mengacu pada ketentuan dalam EU Convention on Cybercrimes, 2001. Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Sedangkan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang (cybercrimes) mengacu pada ketentuan dalam EU Convention on Cybercrimes, 2001. Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
Berikut ini adalah
penjelasan adalah Cyber Law yang ada di beberapa negara lain :
a.
Cyberlaw di Indonesia
CyberLaw
di Indonesia sudah mulai di rintis sebelum tahun 1999. Karena sifatnya yang
generik, diharapkan rancangan undang-undang mengenai cyberlaw tersebut cepat
diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. “Namun pada kenyataannya
hal ini tidak terlaksana dengan baik”. Beberapa hal yang mungkin masuk antara
lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime),
penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic
banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi
disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di
Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan.
Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke
Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
b.
Cyberlaw di Thailand
Cybercrime dan kontrak
elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang
sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital
copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
c.
Cyberlaw di Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang
mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act
(UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan
Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on
Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian,
Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum
mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara
bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan
keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya
mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
d.
Cyberlaw di Singapura
The
Electronic Transactions Act (ETA) Singapura memiliki cyberlaw yaitu The
Electronic Transactions Act yang telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian
untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura.
ETA
dibuat dengan tujuan :
- Memudahkan komunikasi
elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan
elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang
tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk
mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis
diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara
elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan menurut
undang-undang, dan untuk mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor
pemerintah atas bantuan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Meminimalkan timbulnya arsip
alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan
disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dan
lain – lain.
- Membantu menuju keseragaman
aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip
elektronik; dan
- Mempromosikan kepercayaan, integritas
dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk
membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui
penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan
integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi
dari ETA mencakup hal – hal berikut ini :
1.
Kontrak Elektronik
Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar
dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian
hukum.
2.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur
mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
3. Tandatangan dan Arsip
elektronik
Bagaimanapun
hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus
elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah
menurut hukum, namun tidak semua hal/bukti dapat berupa arsip elektronik sesuai
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Singapore. Langkah yang diambil oleh
Singapore untuk membuat ETA inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya
bisnis e-commerce di Singapore dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia
bisnis e-commerce tidak berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum
yang dapat meyakinkan masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman seperi
di negara Singapore.
e.
Cyberlaw di Malaysia
Lima
cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh
parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan
dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan
tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997
menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak
sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk
pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku
adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan
memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan
fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
b. Computer
Crime Act(Malaysia)
Computer
Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang
digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang
berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta
Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan
Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia
sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997
(Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta
Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta
kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses
komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung
ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau
sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer
pada proses komunikasi terjadi.
c. Council
of Europe Convension of Crime Cyber Crime
Merupakan
salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat
dan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC
telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria.
Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam
European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara
efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak
ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi
konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal
yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
–
Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan
Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi
kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
–
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan
data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan
adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang
dapat dipercaya dan cepat.
–
Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian
antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan
Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan
perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi
ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka
untuk diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan
norma dan instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
ruang lingkup UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©. Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
LINGKUP HAK CIPTA
a. Ciptaan Yang Dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
b. Ciptaan Yang Tidak Diberi Hak Cipta
Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut :
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
BENTUK DAN LAMA PERLINDUNGAN
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan :
1. Program computer
2. Sinematografi
3. Fotografi
4. Database
5. Karya hasil pengalih wujud dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
PELANGGARAN DAN SANKSI
Dengan Menyebut / Mencantumkan Sumbernya, Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta Atas :
Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial.
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
PENDAFTARAN HAK CIPTA
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
LINGKUP HAK CIPTA
a. Ciptaan Yang Dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
b. Ciptaan Yang Tidak Diberi Hak Cipta
Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut :
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
BENTUK DAN LAMA PERLINDUNGAN
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan :
1. Program computer
2. Sinematografi
3. Fotografi
4. Database
5. Karya hasil pengalih wujud dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
PELANGGARAN DAN SANKSI
Dengan Menyebut / Mencantumkan Sumbernya, Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta Atas :
Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial.
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
PENDAFTARAN HAK CIPTA
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
Azas dan Tujuan Telekomunikasi Dalam UU no.36
Azas
Azas adil dan merata, bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasil dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
Tujuan
Adapun tujuan Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan adalah mempercepat pemerataan penyediaan akses dan layanan telekomunikasi dan informatika perdesaan.
Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
Sumber
: http://adityajanata-softskill.blogspot.co.id
http://ahmadibrahim12.blogspot.co.id
https://pyia.wordpress.com
https://www.academia.edu
http://utiemarlin.blogspot.co.id/
https://obyramadhani.wordpress.com
http://boimzenji.blogspot.co.id/http://kahfiehudson.com/